PERJALANAN PANJANG FESTIVAL TEATER JAKARTA

I.Kelahiran
Kelahiran sebuah even tidak terlepas dari buah pikiran dan kecintaan terhadap cita rasa mengembangkan apa yang dimiliki. Tetapi kelahiran itu juga karena buah dari keresahan dan kerisauan kreatifitas untuk membuat sesuatu. Pada waktu itu gedung Taman Ismail Marzuki sudah terbangun megah, dengan sarana prasarana sangat bagus. Setelah itu untuk apakah gedung dan sarana prasarana itu, difungsi sebagai apa, bagaimana caranya menghidupkan fasilitas yang ada di jantung kota tersebut.
Pemerintahan Jakarta pada waktu di jalankan oleh gubernur Ali Sadikin atau lebih dikenal dengan bang Ali. Pada saat yang bersamaan mempunyai keresahan dan kerisauan yang sama dengan seniman, bagaimana memfungsikan gedung Taman Ismail Marzuki. Waktu itu Wahyu Sihombing bersama seniman dan pihak pengelola pemerintahan merancang sebuah acara atau event untuk mengisi dan memfungsikan gedung yang telah dibangun dengan megah. Pada waktu hanya beberapa kelompok yang layak untuk mengisi acara di Taman Ismail Marzuki, misalnya Bengkel Teaternya Rendra, teater Mandiri yang dipimpin Putu Wijaya atau Teater Populer yang dipimpin oleh almarhum Teguh Karya. Tahun 1973 lahirlah event atau acara dengan tajuk Festival Teater Remaja Jakarta yang dibidani oleh Wahyu Sihombing. Pola yang diterapkan untuk menjaga prestise dari Taman Ismail Marjuki dan menjaga kualitas teater pada waktu itu adalah apabila kelompok tersebut menang 3 kali berturut-turut pada festival yang diadakan oleh wilayah, maka kelompok tersebut berhak untuk pentas di Taman Ismail Marjuki dan dibaiat sebagai kelompok senior.
Pada tahun 1973 sampai 1975 sudah mendapatkan kelompok teater senior yaitu Teater Sanggar Remaja Jakarta yang memunculkan aktor Boris Dorman sebagai aktornya. Kemudian diikuti oleh Teater Remaja Jakarta Pusat yang memunculkan aktor Dedy Mizwar. Festival Teater Remaja Jakarta pada waktu itu mempunyai misi atau jangkauan yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Jangkauan kuantitatif yaitu menjaring sebanyak-banyaknya kelompok teater, dan pada waktu itu terjaring lebih dari 142 kelompok teater. Hal ini berarti festival ini bisa diapresiasi oleh kalayak maupun pelaku teater di Jakarta. Sedangkan secara kualitatif, mencoba mencari kelompok teater yang layak di pentaskan di TIM agar tidak hanya didominasi oleh kelompok teater yang sudah besar pada waktu itu. Tahun demi tahun kelompok yang mengisi dan mengikuti acara ini semakin banyak bahkan bisa lebih dari 300 kelompok. Ada suatu gairah untuk berkesenian pada waktu itu.

II.Perjalanan
Perjalanan sebuah even atau acara bersama pasti mengalami yang namanya masa pasang surut atau masa kejayaan dan kemunduran. Masa-masa kemunduran ini banyak hal atau faktor yang mempengaruhi. Menurut Madin (ketua komite teater Dewan Kesenian Jakarta) pada dekade awal merupakan masa-masa kejayaan Festival Teater Jakarta yang dulu bernama Festival Teater Remaja Jakarta. Pada dekade awal (era 70-an) festival diikuti lebih dari 300 kelompok teater dari berbagai wilayah di Jakarta. Mungkin masa ini adanya suatu prestise bagi kelompok teater, bahwa kalau bisa mementaskan karya teater di Taman Ismail Marzuki (TIM) merupakan kelompok yang hebat dan diakui sebagai kelompok yang besar. Jadi semacam ada indikator keberhasilan sebuah kelompok teater, kalau bisa pentas di TIM berarti sudah bisa diakui secara nasional. Tetapi memang pada masa itu perkembangan teater di Indonesia memang luar biasa pesat.
Pada dekade kedua, (era 80-an) Festival Teater Jakarta mulai mengalami kemunduran, dan hal ini banyak faktor yang mempengaruhi. Pada masa itu Jakarta mengalami perkembangan yang luar biasa pesat khususnya di bidang ekonomi dan dan industri. Pertumbuhan di kedua sektor ini tidak berimbas pada pertumbuhan teater. Banyak masyarakat yang mencoba bertahan dan menyesuaikan dengan kondisi saat itu, agar tidak tertinggal dan tergilas secara finansial. Kondisi ini menyebabkan kantong-kantong kelompok teater menyebar atau hanya bertahan untuk bisa hidup dan beraktifitas. Ada juga karena ada rasa kejenuhan untuk mengikuti Festival Teater Jakarta dan berkesenian secara mandiri. Tetapi hal ini berbanding terbalik dengan kenyataan perkembangan teater di Indonesia yang pada masa itu merupakan masa kejayaan teater Indonesia. Banyak kota kecil yang perkembangan teaternya cukup pesat, misalnya Bandung, Yogyakarta, Solo, Surabaya, semarang. Jadi semacam ada pergeseran dominasi wilayah untuk perkembangan teater di Indonesia.

III.Mempertahankan
Menurut Afrizal Malna, Festival Teater Jakarta, termasuk festival yang diikuti peserta paling banyak, bisa ratusan kelompok teater, terbagi dalam 5 wilayah kota. Memang festival ini sudah berjalan dan berlangsung 38 tahun, sejak 1973 sampai sekarang. Sebagian besar kelompok teater mengalami jatuh bangun begitu juga event ini. Progres dari festival ini hingga kini masih dipertanyakan. Terutama bagaimana hasil-hasil dari festival ini bisa menjadi bahan-bahan laboratorium teater yang sebenarnya sangat kaya untuk studi perbandingan, eksperimentasi teater, maupun proyek-proyek pertunjukan tematik, bagaimana pewacanaan terhadap festival ini dilakukan. Banyak gagasan-gagasan tak terduga muncul dalam festival ini. Hampir banyak festival di kota-kota lain sebenarnya juga memiliki masalah yang sama, yaitu tidak adanya kelanjutan bagaimana mengelola hasil-hasul festival. Sehingga banyak kelompok teater justru terjebak dalam lingkaran festival ini, mereka terus menerus mengikuti festival seperti Sisyphus yang setiap tahun mengikuti dan mengerjakan hal yang sama.
Mempertahankan sebuah event atau acara adalah pekerjaan yang sangat rumit dan kompleksitasnya tinggi dibandingkan dengan membuat atau menciptakan event atau acara. Butuh pikiran, cara dan strategi untuk mempertahankannya. Dewan Kesenian Jakarta sebagai pihak yang bertanggungjawab dan diberi mandat untuk melangsungkan jalannya festival ini mengambil langkah-langkah strategis. Salah satu langkah tersebut adalah mengandeng MGMP seni budaya ditiap wilayah Jakarta. Langkah kedua adalah membentuk kelompok, asosiasi, ikatan dan forum kelompok teater di tiap wilayah Jakarta. Karena Festival Teater Jakarta ini bisa diikuti oleh semua kelompok teater yang ada (termasuk kelompok teater pelajar dan anak-anak) maka pihak Dewan Kesenian Jakarta lewat Komite Teater memberi pelatihan kepada calon pelatih maupun guru seni budaya bidang seni teater.
Setelah pelatihan ini peserta akan mendapatkan semacam lisensi bahwa dia berhak mengajar seni teater di sekolah baik untuk intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Cara ini dijalankan karena adanya suatu kesadaran dari pihak dewan kesenian bahwa seniman atau calon pengajar seni teater di sekolah banyak yang tidak menguasai metodik dikdakti, atau tidak mempunyai bekal untuk transfer pengetahuan maupun transfer keterampilan. Dengan adanya pelatihan ini maka mutu pengajar seni teater di Jakarta yang kelompok teater sekolahnya tergabung dalam asosiasi akan mendapat kemudahan. Kemudahan yang didapat oleh pihak sekolah adalah akan mendapatkan pelatih atau guru seni teater yang berkualitas karena sudah teruji dalam pelatihan.
Langkah yang kedua adalah membentuk kelompok, asosiasi, ikatan atau forum teater di wilayah masing-masing. Dengan adanya kelompok, asosiasi, ikatan atau forum maka pola koordinasi dan jalinan antara kelompok teater lebih mudah terpantau dan adanya media untuk berdiskusi demi perkembangan teater di Jakarta. Hal ini juga akan memudahkan pelaksanaan Festival Teater Jakarta yang selanjutnya. Sebelum Festival Teater Jakarta yang diadakan di Taman Ismail Marzuki dilaksanakan seleksi di tingkat wilayah. Tiga kelompok terbaik ditingkat wilayah ini akan mementaskan karyanya di Taman Ismail Marjuki. Kalau tidak diadakan seleksi ditingkat wilayah, maka pesertanya cukup banyak. Pada tahun 2009 Festival Teater Jakarta untuk wilayah Jakarta Barat diikuti oleh lebih dari seratus kelompok dan dari seratus kelompok ini akan diambil 33 yang berhak mempresentasikan karyanya pada Festival Teater Jakarta Tingkat wilayah. Dari 33 kelompok ini akan diambil 3 kelompok yang berhak untuk mengikuti Festival Teater Jakarta yang diadakan di Taman Ismail Marzuki.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh Dewan Kesenian Jakarta untuk mempertahankan kelanjutan dan keberlangsung Festival Teater Jakarta, adalah dengan menjaga jalinan kerjasama dengan berbagai pihak, baik pihak pemerintah maupun pihak swasta. Jalinan dengan pihak pemerintah adalah kerjasama dengan pihak suku dinas kesenian dan kebudayaan, sedangkan dengan pihak swasta bisa kerjasama dengan pihak yayasan, perusahaan percetakan atau peruhasaan penyedia jasa lainnya dan tidak menutup kemungkinan dengan perusahaan rokok di Indonesia yang konsen dengan kesenian.

IV.Harapan
Harapan yang terkandung pada pelaksanaan Festival Teater Jakarta adalah bagaimana mewadahi kreatifitas dan pola pikir kritis dari setiap pelaku dan pemikir seni teater di Indonesia, khususnya di wilayah Jakarta. Selain itu sesuai dengan apa yang pernah dilontarkan oleh Afrizal Malna bahwa festival ini bisa menjadi bahan-bahan laboratorium teater yang sebenarnya sangat kaya untuk studi perbandingan, eksperimentasi teater, maupun proyek-proyek pertunjukan tematik, dan bagaimana pewacanaan. Dengan adanya eksperimentasi teater itu maka akan terbentuk bagaimana wajah teater Indonesia sebenarnya.
Mengembalikan kejayaan seni teater sebagai media untuk mencerdaskan penonton dan sebagai kebutuhan masyarakat untuk mengekpresikan pikiran kreatifnya. Banyak yang beranggapan bahwa seni teater adalah seni yang bisa membelajarkan masyarakat tetapi tanpa menggurui. Maka tidak heran kalau seni teater pada era 60-an dipergunakan oleh politikus untuk mempropaganda dan mengajarkan faham politik tertentu. Karena sifat dari seni teater yang membelajarkan masyarakat tetapi seolah-olah tidak mempengaruhinya karena dibalut dengan rasa senang dan gembira. Jadi bagaimana membuat sajian pementasan yang bisa mencerdaskan penontonnya tetapi tidak dengan tujuan negatif.

V.Acara FTJ ke-38 tahun 2010
1.Pembukaan
Pembukaan Festival Teater Jakarta kali ini dibuka dengan mementaskan salah satu kelompok teater tertua di Indonesia yang sampai sekarang masih eksis. Kelompok tersebut adalah Kelompok Sandiwara Miss Tjitjih. Pada kesempatan ini kelompok sandiwara ini memainkan naskah dengan judul Beranak Dalam Kubur dengan sutradara Esek Sutarman.
Kelompok sandiwara Miss Tjitjih diambil dari Tjitjih nama salah satu pemain sandiwara tersebut. Dia lahir di Sumedang pada tahun 1908, dan sejak usia 15 tahun dia sudah mulai berkesenian.Nama Tjitjih mulai berkibar ketika pada tahun 1926 dia bertemu dengan pemimpin Grup Opera Valencia yaitu Aboe Bakar Bafaqih, pria Arab keturunan Bangil Jawa Timur. Ia bukan saja mengajak Tjitjih bergabung dalam sandiwaranya tetapi juga memperistrinya dua tahun kemudian. Sejak itu grup Opera Valencia berubah menjadi “Miss Tjitjih Toneel Gezelschap” atau Miss tjitjih saja. Sejak tahun itu pula perkumpulan Miss Tjitjih menetap di Batavia tepatnya di sebelah bioskop Rivoli, Kramat Raya.
Pada tahun 1931 kelompok Miss Tjitjih diundang untuk mengadakan pertunjukan sandiwara di Istana Bogor, dan sejak itu namanya semakin terkenal, hingga memiliki jadwal tetap di Pasar Gambir Batavia, sampai ditutup pada tahun 1936. Miss Tjitjih meninggal karena penyakit TBC pada usia 28 tahun. Ia meninggal seusai pentas di Cikampek. Meski demikian kelompoknya tetap hidup sampai sekarang.

2.Workshop Penulisan
Workshop penulisan ditujukan bagi calon-calon penulis kritik seni khususnya kritik seni teater. Hal ini dilakukan karena penulis kritik seni teater adalah orang langka dan sangat sedikit jumlah dan dari segi kualitas masih banyak kekurangannya. Penulis kritik seni teater bisa menjadi profesi tersendiri dan dia adalah calon-calon peneliti seni teater atau yang biasa disebut dengan Dramaturg. Di Indonesia yang bisa menjadi menjadi acuan penulis kritik seni teater adalah Afrizal Malna karena dia bisa mengkomparasikan antara pertunjukan yang dipentaskan dengan apa yang melatarbelakangi kejadian sosial pada waktu itu.
Workshop ini diikuti oleh 15 peserta dari 5 wilayah Jakarta yang meliputi berbagai profesi yaitu pekerja teater, mahasiswa yang punya kemauan untuk menggeluti dunia teater, dan masyarakat umum. Workshop dilaksanakan selama 2 hari dan mereka saling tukar pikiran kemudian menulis dan menelaah hasil tulisannya tersebut. Bahan yang bisa ditulis adalah seluruh pertunjukan dalam Festival Teater Jakarta tahun 2010 kemudian diusulkan dan dapat diterbitkan dalam Koran Festival Teater Jakarta tahun 2010.

3.Peluncuran Buku
Pada Festival Teater Jakarta ini juga diluncurkan 2 buku yang berhubungan dengan kesejarahan teater di Indonesia yaitu Antologi Drama Indonesia yang diseleksi dan diterbitkan oleh Yayasan Lontar, dan buku kedua adalah Perjalanan Teater Kedua, Antologi Tubuh dan Kata yang ditulis oleh Afrizal Malna dan diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta.
Buku pertama merupakan kumpulan naskah drama Indonesia dan ini merupakan bukti perjalanan panjang drama Indonesia. Buku dengan dewan redaksi terdiri dari Sapardi Djoko Damono, Jhon H. McGlynn, Melani Budianta, Nirwan Dewanto, Goenawan Mohamad dan Adila Suwarno Soepeno dan sebagai penasehat dari pakar di bidang drama yang terdiri Michael Bodden, Matthew Cohen, Cobina Gillit dan Ibnu Wahyudi. Buku ini bukan hanya sekedar catatan sejarah Drama Indonesia tetapi sekaligus menjadi pembelajaran budaya Indonesia.
Antologi Drama ini terdiri dari 4 buku antologi sesuai dengan periodenya, yaitu periode I (1895 – 1930) terdiri dari 9 naskah drama, Periode II (1931 – 1945 ) terdiri dari 11 naskah drama, Periode III (1948 – 1968 ) terdiri dari 14 naskah drama, dan Periode IV (1969 – 2000) terdiri dari 16 naskah drama. Antologi ini selain terbit dalam bahasa Indonesia juga terbit dalam bahasa Inggris yang membuat 34 naskah drama yang ditulis 35 orang penulis.
Menurut Nano Riantiarno (sebagai pembicara dalam peluncuran buku Antologi ini), Yayasan Lontar mempertimbangkan beberapa kriteria, kenapa naskah drama tersebut bisa masuk Antologi Drama ini, criteria tersebut antara lain:
1.Naskah tersebut mewakili zamannya, terutama mengacu pada bentuk, struktur, gaya penulisan dan pilihan tema lakon dan ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Melayu.
2.Terkenal, dikenal secara luas atau fenomenal pada masanya.
3.Pengarangnya terkenal atau dikenal secara luas pada zamannya.
4.Memiliki pengaruh sesudah karya itu diluncurkan, baik setelah ditulis maupun sesudah dipanggungkan.
5.Mengusung atau memotret secara lengkap ciri-ciri zaman saat karya itu diluncurkan sehingga karya tersebut dapat digolongkan sebagai potret zamannya.
Buku ke dua adalah buku yang ditulis oleh Afrizal Malna yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta dengan penerbit iCan (Indonesia Contemporary Art Network) Yogyakarta. Buku ini merupakan kumpulan tulisan kritik teater yang ditulis oleh Afrizal Malna yang tersebar di media massa. Afrizal Malna merupakan salah satu penulis kritik teater yang cukup disegani di Indonesia dan tulis-tulisannya bisa mencerdaskan dan membedah pertunjukan dengan baik dari sisi pertunjukannya serta proses sampai melahirkan pertunjukan tersebut. Disamping itu buku ini juga berbicara tentang pemikiran dan gagasan teater yang akan merangsang praktisi seni pertunjukan untuk mempertanyakan kembali pemahaman artistik karyanya.

4.Dialog Tematis
Dalam dialog tematis ini banyak membicarakan tema besar yang akan digunakan sebagai tema Festival Teater Jakarta untuk tiga tahun kedepan. Tema yang ditawarkan untuk tiga tahun kedepan adalah “Membaca Aku, Membaca Laku”. Tema ini diambil untuk platform kerja teater atau sebagai dasar atau kerangka besar dalam setiap pementasan karya teater Festival Teater Jakarta, dan tema ini baru merupakan tawaran.
Diskusi tematik ini diselenggarakan untuk menjajagi respon dari pekerja teater di Jakarta. Secara lebih jauh hal ini akan dibahas oleh dua orang pakar dan pekerja teater yaitu Benny Yohanes dan Ugeng T. Moetidjo. Dua orang ini menyoroti teater berdasarkan pendekatan yang berbeda, sehingga sejumlah kemungkinan ide kreatif dan kerja artistic akan dapat dilahirkan. Ugeng T. Moetidjo lebih menyoroti teater dari sisi dan aspek teater aktor, sehingga peran serta seorang sutradara tidak terlalu dominan. Sedang Benny Yohanes masih menyoroti teater dari sisi dramatik, sehingga karya teater masih mendasarkan diri dari sisi drama sebagai pijakan karya artistik, dan kemungkinan besar peran serta seorang sutradara sangat dominan.

5.Diskusi Besar
Selama ini Festival Teater Jakarta lebih bersifat lomba teater yang secara sengaja diselenggarakan dengan tujuan pembinaan generasi muda. Mekanisme penyelenggaraan dimulai dari tingkat penyisihan yang dilakukan di gelanggang remaja setiap wilayah di Jakarta sementara untuk finalnya dilakukan di Taman Ismail Marzuki.
Diskusi besar ini akan diikuti oleh Dewan Kesenian Jakarta, Suku Dinas Kebudayaan di 5 wilayah Jakarta, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, perwakilan komunitas teater serta tokoh-tokoh kesenian dan kebudayaan. Agenda utama pertemuan ini adalah membahas mekanisme Festival Teater Jakarta dan program pembinaan sebagai tindak lanjut FTJ dalam upaya menunjang geliat perteateran di Jakarta.

6.Pementasan Teater
Pementasan teater dalam rangka Festival Teater Jakarta ini mementaskan 16 karya dari beberapa wilayah di Jakarta. Pementasan ini merupakan hasil seleksi di tingkat wilayah yang terdiri dari Jakarta selatan, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur maupun Jakarta Pusat. Ke-16 kelompok pementasan ini tidak hanya diikuti oleh kelompok teater profesional tetapi juga diikuti teater pelajar dan teater kampus.
Penyaji teater itu terdiri dari Teater Nonton mementaskan teater dengan judul “Ruang Kehormatan” naskah oleh Manahan Hutauruk dan sutradara Diky Soemarno dengan konsep pementasan permainan realis dengan gaya sendiri sesuai dengan konsep yang terpahami dan dapat diterima oleh penonton. Teater Lorong mementaskan teater dengan judul “ Siapa Yang Menyebabkan “ naskah dan sutradara oleh Djaelani Manoch. Teater Legiun mementaskan teater dengan judul “Siau Ling” naskah oleh Remy Sylado dan sutradara oleh Ibas Aragi. Teater Extro mementaskan teater dengan judul “Nol Karat” naskah oleh Roy Hakim dan Sutradara oleh Adi Bujkelgan Kurniawan. Study Teater 24 mementaskan karya dengan judul “Perguruan” naskah oleh Wisran Hadi dan sutradara oleh Rizal Nasti. Teater Jelaga mementaskan teater dengan judul “Stasiun” naskah dan sutradara oleh Khudri. Teater Pangkeng mementaskan karya berjudul “Nyai Dasima”, naskah oleh SM. Ardan dan sutradara oleh Yamin Azhari. Stage Corner Community mementaskan karya berjudul “Ni Rangda”, tafsiran bebas dari buku “Calon Arang” karya Pramoedya Ananta Toer dan sutradara oleh Dadang Badoet. Teater Anam mementaskan karya teater dengan judul “Sunan Sableng dan Baginda Faruq” naskah oleh Emha Ainun Najib dan sutradara oleh Herman A. Rasyid. Teater Mode mementaskan karya teater dengan judul “Nenek Tercinta”, naskah oleh Arifin C. Noer dan sutradara oleh Eren Mode. Teater Ciliwung mementaskan karya teater dengan judul “Kisah Cinta Di Hari Rabu”, naskah Anton Chekov, terjemahan Sapardi Djoko Damono, dan sutradara oleh Irwan Soesilo. Teater Amoeba mementaskan teater dengan judul “Nabi Kembar”, naskah oleh Slawomir Mrozeck dan sutradara oleh Joind Bayuwinanda. Teater Sketsa mementaskan karya teater dengan judul “Terdampar”, naskah oleh Slawomir Mrozeck dan sutradara oleh Ujang GB. Teater Indonesia mementaskan karya teater dengan judul “Rumah Boneka”, naskah oleh Suuji Terayama dan sutradara oleh Budi Ketjil. Teater El-Na’ma mementaskan teater dengan judul “Kisah Malam Dari Seribu Satu Malam”, sutradara oleh Echo Chotib S.Ag. Teater Kembali 1 mementaskan karya teater dengan judul “Nyonya-Nyonya”, naskah Wisran Hadi dan sutradara oleh Si Way Budha.
Semua pementasan teater dalam rangka Festival Teater Jakarta ini mengambil tempat di sekitar Taman Ismail Marzuki, khususnya di teater luwes IKJ dan Teater Kecil Taman Ismail Marzuki. Pelaksanaan pementasan dimulai tanggal 17 Desember 2010 sampai dengan tanggal 24 Desember 2010.

7.Pemutaran Video Dokumentasi
Dengan berkembangnya teknologi pendokumentasian maka sebuah peristiwa masa lampau masih bisa kita nikmati. Urusan kegiatan pendokumentasi karya seni pertunjukan kadang dilakukan oleh pelaku sendiri dan untuk kepentingan sendiri. Dalam acara pemutaran video dokumentasi ini, yang diputar adalah dokumentasi yang dimiliki dan dikoleksi oleh pelaku tetapi juga ada yang di miliki dan dikoleksi oleh lembaga dan yayasan yang konsen sama perkembangan seni budaya di Indonesia.
Menonton dokumentasi video pertunjukan merupakan cara yang menyenangkan untuk memperluas wawasan dan berapresiasi demi penciptaan kemungkinan terciptanya visual artistik. Pemutaran video dokumentasi pementasan ini memutar dokumentasi teater Kubur dengan judul “Sirkus Anjing”, teater Teku dengan judul “Kintir”, teater Gardanala dengan judul “Bertiga”, teater Kita dengan judul “Ayam Berwarna Hijau Jatuh Dari Mulutku”, teater Sahita dengan judul “Srimpi Srimpet”, Wayang Suket dengan judul “Suluk Air”, teater Satu dengan judul “Aruk Gugat”, teater Gapit dengan judul “ Leng”, teater Sakata dengan Judul “ Bumi Perempuan”, teater Garasi dengan judul “Je:Ja:lan”, Lab Teater Syahid dengan judul “kubangan”, Stoek Theater dengan judul “Keluarga Bahagia”, dan teater SAE dengan judul “Biografi Yanti 12 Menit”.

8.Pameran Dokumentasi Teater
Pada acara Festival Teater Jakarta ke-38 tahun 2010 ini juga dipamerkan berbagai dokumentasi, baik foto pementasan maupun poster pementasan dari asosiasi, forum, komunitas maupun ikatan teater dari berbagai wilayah di Jakarta. Dokumentasi ini seakan-akan bercerita sendiri bagaimana perjalanan peristiwa teater terjadi di Jakarta pada umummnya dan diwilayah-wilayah Jakarta pada khususnya.
Dokumentasi seni pertunjukan pada umumnya dan dokumentasi pertunjukan teater di Indonesia belum tergarap dengan baik, sehingga kita kadang kesulitan untuk merunut perkembangan seni teater di Indonesia. Dengan adanya pameran seperti ini kita seolah-olah diajak kembali untuk menyaksikan peristiwa teater masa lampau dan mencoba mengapresiasi apakah ada perkembangan dari satu kelompok tersebut atau apakah kelompok itu sudah hilang dan membubarkan diri.

9.Penutupan
Penutupan Festival Teater Jakarta ke-38 tahun 2010 ditutup dengan mementaskan teater boneka dengan tajuk Wayang Kampung Sebelah dengan lakon Yang Atas Mengganas, Yang Bawah Beringas. Wayang ini tidak sama dengan wayang kulit yang selama ini kita kenal yang biasanya mengambil induk lakon dari Mahabarata ataupun Ramayana dari India. Wayang Kampung Sebelah adalah wayang kulit dalam bentuk baru atau genre baru yang diciptakan oleh orang-orang yang berlatarbelakang seni tradisional tetapi hidup dan terpengaruh oleh budaya modern dalam kehidupannya.
Penciptaan pertunjukan Wayang Kampung Sebelah ini konon berangkat dari keinginan membuat format pertunjukan wayang yang mengangkat kisah kehidupan masyarakat sekarang secara lebih lugas dan bebas. Tokoh-tokoh yang tergambar dalam bentuk wayang yang dimainkan juga beraneka ragam dan seperti realitas keseharian. Misalnya tokoh wayang preman, bakul jamu, tukang becak, pak RT, pak Lurah, Pejabat Negara, Pengemis, ibu rumah tangga dan lain-lain.
Dalam pertunjukannya menggunakan medium bahasa percakapan sehari-sehari, baik bahasa daerah maupun bahasa Indonesia tercampur dalam bentuk komunikatif. Pesan yang disampaikan dan dikomunikasikan oleh dalang lebih mudah ditangkap oleh penonton. Sumber inspirasi cerita yang dimainkan juga mengambil isu-isu aktual keseharian baik yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Dalam pementasannya juga mengambil gaya pementasan teater rakyat, dimana penonton, pemain musik maupun yang hanya sekedar lewat bisa menanggapi maupun menimpali obrolan yang dimainkan oleh dalang serta mengolahnya menjadi bahan sajian. Wayang ini adalah merupakan pertunjukan wayang alternativ atau tawaran baru dari pertunjukan wayang pakem yang selama ini kita saksikan.
10.Juri Festival Teater Jakarta
Festival biasanya dinilai oleh beberapa juri untuk mencari pemenang diantara mereka, sekaligus untuk menghidupkan semacam lingkungan kompetitif diantara kelompok teater yang ikut dalam festival. Juri pada acara ini terdiri dari Putu Wijaya, Nano Riantiarno, Dindon W.S., Ratna Sarumpaet dan Franky Raden. Putu Wijaya adalah salah satu tokoh teater di Indonesia, dia adalah pemimpin teater Mandiri, penulis lakon, sutradara maupun aktor teater yang hebat di Indonesia. Bagi Putu Wijaya pertunjukan teater harus bisa memberi kesadaran pada penontonnya serta bagaimana memanfaatkan apa yang ada untuk tujuan artistik pementasan. Nano Riantiarno adalah pemimpin sekaligus penulis lakon teater Koma. Karya pementasan Nano Riantiarno banyak mengambil gaya pementasan teater tradisional khususya daerah Cirebon.
Dindon W.S. adalah pemimpin sekaligus konseptor teater Kubur, teater yang mencoba untuk membebaskan diri dari belenggu kata-kata verbal. Pementasan teater Kubur, kebanyakan lebih banyak mengeksplorasi tubuh sebagai media untuk berkomunikasi. Dengan bahasa tubuh inilah akan muncul idiom-idiom baru tentang komunikasi. Ratna Sarumpaet adalah salah satu tokoh teater perempuan, dimana setiap karya yang diciptakan lebih banyak membela dan menyuarakan kepentingan kaum perempuan. Menurut dia, kaum perempuan di Indonesia belum setara dengan kebebasan kaum laki-lakinya. Franky Raden adalah salah satu tokoh seni musik di Indonesia yang dipertimbangkan karena tidak terlalu terpengaruh dengan musik industri.

Sumber :
Afrizal Malna, 2010. Perjalanan Teater Kedua, Antologi Tubuh dan Kata.Yogyakarta; iCan (Indonesia Contemporary Art Nerwork)
Buku Acara Festival Teater Jakarta ke-38 tahun 2010
Wawancara dengan Madin Tyasawan, ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta
Informasi dari Ags. Aryadwipayana, Ketua Panitia Festival Teater Jakarta ke-38 tahun 2010.

~ oleh teaterku pada 18 Maret 2013.

Satu Tanggapan to “PERJALANAN PANJANG FESTIVAL TEATER JAKARTA”

  1. […] pada mulanya FTJ bernama Festival Teater Remaja Jakarta yang digagas oleh Wahyu Sihombing dari Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun […]

Tinggalkan komentar